Skip to main content

“Ay.....Menurutmu Cinta Itu Apa?”



 
Langit sudah gelap ketika sepeda motorku memasukki gang sempit menuju tempat yang kusebut, rumah. Aku datang dengan sejuta rindu.  Pada Ayah dan Ibu, pada rumah, halaman, tanah, udara dan.... kamu, Joan.

Kamu yang sudah menunggu kedatanganku.  Aaah.. sudah berapa lama kau duduk di situ? Jika sejam yang lalu, maka aku ingin datang satu jam sebelumnya. Bukan aku tak ingin menghargai tamuku, tapi aku terlalu lelah dengan perjalanan dengan pikiran yang tak pernah berhenti berputar-putar. 

Terlanjur dan hatiku pun sedikit luluh mengingat sms mu yang selalu datang berkali-kali tanpa pernah sedikit pun kubaca. Bukan aku tak mau, kala itu aku benar sibuk! Deru suara sms yang kau kirim seolah tak mengerti betapa aku tidak sedang butuh pesan basa-basimu. “Lagi apa?”, “sudah makan?” atau “Udah tidur?”.  Pesan semacam itu tak mampu mencuri perhatianku dari kesibukan.

Antara sedih dan syukur Hpku hilang minggu lalu. Sejak itu hidupku jadi lebih tenang. Sengaja tak ku aktifkan kembali nomer pemberianmu itu. Aku merasa lebih tentram dan tenang tanpa dering sms dan telephon. Rasanya hidupku, sempurna..

Dan kini kau hanya terpaku, di sebelahku yang sungguh setengah mati menahan kantuk dan lelah. Sepuluh menit...lima belas menit aku menahan mulutku untuk tidak mengusirmu.

“Ay...menurutmu cinta itu apa?” kau bertanya lirih. Cinta? Kau menungguku berjam-jam, menahan kantuk serta lelahku hanya untuk bertanya apa itu ‘cinta’?

“Huuuffftt...” Helaan napas kesal yang tak mampu aku tahan. Aku berharap kau tak mendengarnya.

“Nggak tau!” jawabku singkat. Nada kesal sedikit sulit kutepis.  Aku nggak tau Joan, please jangan ganggu aku sekarang. Aku cape’, seharian bekerja  di lapangan, banyak hal yang tak kau tahu di luar sana. Aku melihat biru langit, hingar bingar pasar, tawa dan rengekan anak-anak kecil di gerbang sekolah, pemuda-pemudi bengis di sepanjang trotoar,banyak. Kamu nggak bakal ngerti! Aku cape’ please...

Andai semua itu mampu meluncur dari kedua bibirku. Mungkin ini semua akan berakhir. Kau meminta maaf karena datang di waktu yang tidak tepat, dan aku akan berpura untuk tidak bermaksud seperti itu. Lalu kau pulang dan aku bisa merebah di kasur tuaku. Akan kukunci kamarku agar Ibu tak menggangguku dan memaksaku untuk makan malam, lalu memijat-mijat betisku sembari memintaku bercerita mengenai petualangan-petualanganku. 

Dan itu semua tak akan pernah terjadi selama kau masih di sini.

Beri aku waktu. Satu hari, eh, dua hari untuk meluruhkan seluruh kesalku.  Saat itu aku mungkin sudah mandi dan wangi lalu berdandan cantik dengan rok panjang dan jilbab warna terang seperti permintaanmu.  Bukankah saat itu semua terlihat lebih indah? Tak bisakah kau menunggu hingga hari itu.  Bukan hembusan napas kasar yang akan kusuguhkan.  Bukan pula keheningan semacam ini. Aku berjanji Joan, bila kau pulang malam ini dan menemuiku 2 hari lagi, aku akan kembali menjadi Ayni mu yang dulu. Ceria, cerewet dan senang “ngelendot” manja di kedua lenganmu. Tapi sekarang pergilah..

“Sepertinya kamu harus istirahat Ay,” kau menoleh dan tersenyum manis ke arahku.

“Hmm....kembalilah 2 hari lagi Jo..” kuberanikan diri untuk mengukir batas sembari tersenyum semanis mungkin.

Kau tak menjawab. Tapi rekahan senyum dari ke dua bibirmu tak pernah surut. Kau memegang jemariku, lalu mengecupnya. Mengusap-usap lembut pipiku lalu beringsut pergi.

Suara derum motormu semakin menjauh. Aku terpaku dengan dideru rasa tak keruan antara senang karena sebentar lagi aku bertemu dengan kasur rasa bersalah karena tlah memaksamu pergi.

“Ay,” suara Ibu membuatku menoleh.

“Ibu tak dengar kamu datang.” Buru-buru kucium punggung tangannya.

“Iya, Ay datang sudah dari tadi Bu, ngobrol bentar sama Joan..,” balasku sembari memunguti tas ransel yang tergeletak di lantai.

“Joan..?!” suara Ibu tak kuhiraukan. Rasa kantuk dan lelah membelai-belaiku untuk segera menuju kamar, meninggalkan Ibu dengan muka penuh keheranan sendirian di teras.

 Tok..tok... suara ketukan di pintu kamarku. Ah Ibu, aku capek Bu! Tak kuhiraukan ketukannya.

“Kau baik-baik saja, Ay?” masih kudengar sayup-sayup suara Ibu, lalu mengecil, jauh dan semakin jauh. Aku sudah terlelap di alam mimpi.

“Kau baik-baik saja kan, Nak..?”

“Ibu Mengerti perasaanmu. Kita harus ikhlaskan Joan Nak...?!

“Ay...kau tak ingin ke tujuh harinya Joan?”

“Ay...?!”

“Kenapa kamu tak pernah membalas sms atau pun mengangkat telefon Ibu..!?!?”




Comments

Popular posts from this blog

China Diserang Pneumonia, Indonesia Tak Perlu Panik!

Unsplash.com/Diana Polekhina Pasca membaik dari Covid 19, publik kembali dikhawatirkan dengan berita munculnya wabah baru Pneumonia. Entah kebetulan atau bukan tapi wabah ini lagi-lagi datang dari negara tempat bermulanya Covid 19 yaitu China. Kasus pneumonia ini pertama dilaporkan pada 13 november 2023 lalu. Global times menyebut rumah sakit anak di China sudah kewalahan menerima pasien yang berjumlah rata-rata mencapai 9378 setiap harinya. WHO sendiri mengaku memantau mengenai peningkatan pneumonia yang sedang terjadi di China.  Prof Francois Balloux dari University College London menyebut adanya istilah hutang imunitas. Lockdown yang terjadi ketika covid 19 memicu fenomena keluarnya gelombang infeksi pernapasan. China sendiri diketahui melakukan lockdown lebih lama dibanding dengan negara-negara lain sehingga potensi terpaparnya akan lebih besar. Menanggapi fenomena yang tejadi di negaranya, Mi Feng selaku Komini Kesehatan Nasional menyampaikan bahwa pihaknya telah mengupayakan bebe

Jurus Anti Rugi Hidup di Era Digital!

      Sumber : Doc.Pribadi/irerosanaullail   Rugi banget kalau kita hidup di era digital dengan segala kemajuan dan kemudahan dalam berbagai hal tapi kita malah memilih rebahan di rumah dan menjadi penonton serta penikmat dari buah kemajuan tersebut. Kenapa tidak mencoba mengambil peran dan memaksimalkan diri di era ini?! Mulai berbisnis contohnya. Era digital bisa dibilang sangat ramah kepada para pebisnis. Maraknya sosial media serta keberadaan aneka marketplace memudahkan para pelaku bisnis pemula untuk memasarkan produk-produknya. Tentunya kesempatan ini amat sangat sayang jika dilewatkan begitu saja. Salah satu bisnis yang cukup diminati di era digital adalah kuliner. Bisnis kuliner digadang-gadang tidak akan pernah mati. 271 juta jiwa penduduk Indonesia butuh makan untuk melanjutkan hidup. Itulah salah satu alasan mengapa bisnis kuliner akan senantiasa panjang umur. So , tidak ada salahnya jika kita juga melirik bisnis ini. Masalahnya adalah, apa yang ingin dijual? Di sin

100 Blogger dan Sejuta Optimisme dalam Anniversary ke 9th Bloggercrony

  dokpri/irerosana “Hiduplah seolah-olah kamu akan mati besok. Belajarlah seolah-olah kamu hidup selamanya.” Itulah quotes yang menjadi pecutan saya untuk terus mengembangkan diri khususnya di dunia tulis menulis. Menjadi seorang blogger memang dituntut untuk terus belajar dan belajar karena itulah salah satu amunisi yang bisa kita pakai untuk bisa terus menulis. Belajar tidak melulu harus di depan buku dan laptop. Berinteraksi dan berkumpul antar sesama blogger pun bisa menjadi jalan untuk menambah ilmu. Keyakinan itulah yang saya bawa ketika hadir pada perayaan 9 tahun Bloggercrony yang diadakan di Carro Indonesia Pondok Indah. Saya tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menjalin relasi serta menimba ilmu dengan bertemu kurang lebih 100 blogger dari berbagai daerah di Indonesia. Usia saya di Bloggercrony memang masih seumur jagung, baru beberapa bulan bergabung dan bahkan belum genap setahun. Ibarat bayi saya masih belajar untuk merangkak secara tegak. Karena itulah perayaan