Skip to main content

Singapore Jalur Backpacker (part 3)





 Aroma Imlek di Chinatown

 
Chinatown food street di pagi hari

 
Berbeda dengan perjalanan beberapa tahun lalu yang menggunakan jasa private tour. Backpacker bersama suami kali terasa lebih menyenangkan. Saya jadi mulai paham alur, jalan dan paham cara bergerak di Singapura. Kurang lebih pukul 10.30 kami sampai di St Chinatown. Kami bergegas keluar dan mengaktifkan google map untuk mencari hostel yang sudah kami booking. Tak berapa jauh berjalan, kami melewati Chinatown foodstreet. Terlihat di kanan kiri beberapa stand makanan lengkap dengan harga-harga, di sekitar stand terdapat meja kursi untuk pengunjung yang juga sudah penuh terisi. Kami tak sempat mencicipi apalagi meneliti tulisan pada menu di samping kanan dan kiri. Kami sengaja tak mampir, rencana kami ingin terlebih dahulu menuju hostel, menaruh beberapa barang dan keluar kembali dalam keadaan ringan.


Sebelum sampai di penghujung pesta kami sudah menemukan nama Burrow. Bergegas kami mencari jalan masuk yang memang kecil dan sedikit tertutup keramaian. Setelah tangga lantai ke tiga kami menemukan pintu masuk. Di resepsionis 2 orang wanita tengah berbincang dengan petugas jaga. Si petugas wanita meminta saya menunggu. Ruang tunggu hostel terasa akrab dan tidak kaku. Seorang bule yang tengah berbaring di sofa merah bergegas bangkit dan mempersilakan jikalau mau duduk di sebelahnya. Saya memilih ndlosoran di lantai dekat dengan buku-buku. Itu pertama kali saya menginap di hostel dan tahu bahwa masing-masing hostel menata diri secara berbeda-beda.

Ruang tunggu hostel burrow

 
Spot baca *love*

Hostel kami berfasilitas standar. Kami membayar 472ribu rupiah untuk 2 bed (atas-bawah) selama satu malam. Harga tersebut sudah termasuk murah mengingat letaknya yang strategis. Yang jelas, di Singapore kelas hostel sudah bisa dikatakan bersih. Saya mulai membiasakan bila bepergian -apalagi waktu weekend- untuk terlebih dahulu booking dan bayar hotel secara online. Apalagi sekarang banyak sekali aplikasi travel yang memudahkan untuk cari dan booking hotel dengan harga yang variatif. Kami menggunakan traveloka sebelum berangkat. Keuntungannya, kami bayar masih dalam rupiah dan aman, kami tak perlu takut kehabisan kamar.



Bed yang kami sewa


Setelah hampir tengah malam kami baru dapat kamar. Karena bersama suami, kami memilih kamar campuran. Meski sedikit risih satu kamar bersama pria-pria asing tapi itu lebih baik daripada kami harus terpisah (efek penganten baru). Kesepakatan awal saya tidur di atas, tapi rupanya bed atas berada tepat di bawah kipas angin, saya pun minta yang di bawah. Suami sibuk sendiri menutup bed bawah dengan kain seadanya, tak rela istrinya tidur dilihat pria asing. Ketika saya minta kami seranjang ia menolak, katanya malu. Lah kan sudah sah ya, lagian apa kita berniat begituan di sana?

Suasana kamar


Pihak hostel menerangkan berbagai hal seperti tempat mengambil cup, piring, sendok, air panas gratis, teh, kopi dan toilet yang letaknya terpisah dari semua kamar. Mereka juga menjelaskan mana yang gratis dan mana yang harus bayar. Di hostel kami harus mandiri, selepas membuat teh, cup dicuci dan diletakkan pada tempatnya, berlaku juga untuk makanan lain. Apa yang seperti ini patut untuk diceritakan? Harap maklum karena itu benar-benar pengalaman pertama saya di hostel. Rupanya menginap di hostel itu selain harga yang cocok dikantong juga menyenangkan.

Small kitchen bersama



Setelah menyantap pop mie yang memang sengaja saya bawa banyak, beberapa sari roti dan teh panas, kami kembali turun untuk menengok jalan. Siapa tahu masih kebagian pestan makanan china di bawah. Sayang hujan datang dan banyak stand sudah tutup. Kami kebagian becek dan lalu lalang yang mulai meredup satu demi satu. Yah, setidaknya kami sempat mengunjungi beberapa toko oleh-oleh sebelum mereka tutup. Harga di Chinatown sama halnya di Bugis Street, murah dan cocok di kantong. Harga oleh-oleh tas Singapore masih dengan 3 tahun lalu 10$ untuk 6 tas, bedanya 1 dollar kala itu masih di angka 6000an sementara sekarang hampir 10 ribu. Mengingat ini tahun ayam, banyak sekali toko di sana yang menjual pernak-pernik berbentuk ayam.



Salah satu toko oleh-oleh

 
Pernak-pernik imlek
Jadi, menurut saya, poin-poin penting kalau mau backpacker ke Singapura adalah prepare google map offline, mencari tahu kondisi dan info mobilitas di sana, memilih dan membooking hostel sebelum berangkat lalu print out biar aman, lalu yang satu ini klasik tapi masih berfungsi, bawa pop mie dan roti yang banyak (sejauh ini saya selalu coba dan berhasil), itu semua di luar dokumen-dokumen wajib secara umum seperti paspor, KTP dll. Lebih dari itu, tersesat di sana tentu menyenangkan.

Salaman




Comments

Popular posts from this blog

China Diserang Pneumonia, Indonesia Tak Perlu Panik!

Unsplash.com/Diana Polekhina Pasca membaik dari Covid 19, publik kembali dikhawatirkan dengan berita munculnya wabah baru Pneumonia. Entah kebetulan atau bukan tapi wabah ini lagi-lagi datang dari negara tempat bermulanya Covid 19 yaitu China. Kasus pneumonia ini pertama dilaporkan pada 13 november 2023 lalu. Global times menyebut rumah sakit anak di China sudah kewalahan menerima pasien yang berjumlah rata-rata mencapai 9378 setiap harinya. WHO sendiri mengaku memantau mengenai peningkatan pneumonia yang sedang terjadi di China.  Prof Francois Balloux dari University College London menyebut adanya istilah hutang imunitas. Lockdown yang terjadi ketika covid 19 memicu fenomena keluarnya gelombang infeksi pernapasan. China sendiri diketahui melakukan lockdown lebih lama dibanding dengan negara-negara lain sehingga potensi terpaparnya akan lebih besar. Menanggapi fenomena yang tejadi di negaranya, Mi Feng selaku Komini Kesehatan Nasional menyampaikan bahwa pihaknya telah mengupayakan bebe

Jurus Anti Rugi Hidup di Era Digital!

      Sumber : Doc.Pribadi/irerosanaullail   Rugi banget kalau kita hidup di era digital dengan segala kemajuan dan kemudahan dalam berbagai hal tapi kita malah memilih rebahan di rumah dan menjadi penonton serta penikmat dari buah kemajuan tersebut. Kenapa tidak mencoba mengambil peran dan memaksimalkan diri di era ini?! Mulai berbisnis contohnya. Era digital bisa dibilang sangat ramah kepada para pebisnis. Maraknya sosial media serta keberadaan aneka marketplace memudahkan para pelaku bisnis pemula untuk memasarkan produk-produknya. Tentunya kesempatan ini amat sangat sayang jika dilewatkan begitu saja. Salah satu bisnis yang cukup diminati di era digital adalah kuliner. Bisnis kuliner digadang-gadang tidak akan pernah mati. 271 juta jiwa penduduk Indonesia butuh makan untuk melanjutkan hidup. Itulah salah satu alasan mengapa bisnis kuliner akan senantiasa panjang umur. So , tidak ada salahnya jika kita juga melirik bisnis ini. Masalahnya adalah, apa yang ingin dijual? Di sin

100 Blogger dan Sejuta Optimisme dalam Anniversary ke 9th Bloggercrony

  dokpri/irerosana “Hiduplah seolah-olah kamu akan mati besok. Belajarlah seolah-olah kamu hidup selamanya.” Itulah quotes yang menjadi pecutan saya untuk terus mengembangkan diri khususnya di dunia tulis menulis. Menjadi seorang blogger memang dituntut untuk terus belajar dan belajar karena itulah salah satu amunisi yang bisa kita pakai untuk bisa terus menulis. Belajar tidak melulu harus di depan buku dan laptop. Berinteraksi dan berkumpul antar sesama blogger pun bisa menjadi jalan untuk menambah ilmu. Keyakinan itulah yang saya bawa ketika hadir pada perayaan 9 tahun Bloggercrony yang diadakan di Carro Indonesia Pondok Indah. Saya tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menjalin relasi serta menimba ilmu dengan bertemu kurang lebih 100 blogger dari berbagai daerah di Indonesia. Usia saya di Bloggercrony memang masih seumur jagung, baru beberapa bulan bergabung dan bahkan belum genap setahun. Ibarat bayi saya masih belajar untuk merangkak secara tegak. Karena itulah perayaan